EKONOMI
LINGKUNGAN
Tentang
PENGARUH
KERUSAKAN HUTAN DI BATU BUSUAK TERHADAP LINGKUNGAN DAN PEMUKIMAN
Disusun
oleh :
Ade
Riska Suryani
Sasti
Mutiara
Ria
Adriani
Naironi
Busyro
Lisa
Jasmayanti
Dosen
Pembimbing:
SEKOLAH
TINNGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKNAN
STKIP
(PGRI) SUMATERA BARAT
PADANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa
Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara yang memberikan manfaat
serbaguna bagi umat manusia, cenderung kondisinya semakin menurun. Hutan juga
merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbahaui (Renewable) yang berperan
dalam menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan kesuburan
tanah. Ketersediaan air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan
manusia.
Indonesia adalah sebagai salah satu negara dengan luas hutan terbesar di
dunia sangat perlu melakukan konservasi dan pengelolaan hutan untuk kelestarian
dan keseimbangan ekosistem alam di bumi. Ekosistim merupakan suatu tatanan
unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas
lingkungan hidup. Ekosistim memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial dalam
pembangunan di daerah Batu Busuak, Padang, Sumatera Barat.
Meskipun demikian kondisi alami hutan yang ada di daerah tersebut sudah
tersentuh oleh masyarakat, Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan
secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan, pencurian yang
mengakibatkan kerusakan hutan di Indonesia tidak terkendali (laju kerusakan
hutan Indonesia 2,8 juta hektar per tahun). Fakta yang terjadi saat ini adalah
maraknya penebangan hutan yang terjadi dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan dan bukan manfaat dari pohon yang ada di hutan. Hal
tersebut memang benar adanya mengingat kayu bisa digunakan untuk membuat
berbagai produk elegan yang jika dilihat dari berbagai aspek tidak begitu
bermanfaat selain meningkatkan daya jual produk tersebut.
Namun kerusakan hutan yang terus terjadi telah mengakibatkan malapetaka dan
bencana yang menelan korban harta dan jiwa yang tidak sedikit, seperti musibah
banjir bandang (galodo) yang terjadi di Batu Busuak Padang .
Meskipun masyarakat telah melakukan rehabilitasi dengan penanaman tanaman
yang bisa dikomersilkan tetapi laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan
laju kerusakannya.
Kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak maka kaedah konservasi masih
sangat sulit dilakukan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian agar timbul
kesadaran dan pengetahuan masyarakat terkait pentingnya ekosistim hutan dalam
mendukung kehidupan perekonomian. Ekosistim hutan di Batu Busuak masih cukup
bagus dengan ditemuinya beranekaragam vegetasi yang terdapat disana tetapi
perlu pengelolaan yang dapat menjadi pemicu untuk meminimalkan degradasi lahan
dan dampaknya terhadap lingkungan.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan hutan ?
2.
Bagaimana kondisi hutan di Batu Busuak ?
3.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
kerusakan hutan di Batu Busuak?
4.
Bagaimana dampak kerusakan hutan di Batu
Busuak terhadap lingkungan dan pemukiman disekitarnya?
5.
Bagaimana mengatasi masalah kerusakan
hutan di Batu Busuak ?
1.3
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui defenisi dari hutan.
2.
Untuk mengetahui seberapa besar
kerusakan hutan di Batu Busuak dan berapa luas hutan yang kondisinya masih
baik.
3.
Untuk
mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan hutan di Batu Busuak.
4.
Untuk mengidentifikasi dampak kerusakan
hutan di Batu Busuak terhadap lingkungan dan pemukiman disekitarnya.
5.
Untuk mencari solusi dalam mengatasi
masalah kerusakan hutan di Batu Busuak.
1.4
Manfaat
Dengan adanya penelitian ini manfaat yang dapat
diperoleh adalah bertambahnya wawasan dan pengetahuan megenai hutan serta
pentingnya menjaga kelestarian hutan demi terciptanya keseimbangan ekosistem
lingkungan hidup.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian
Hutan
Hutan menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 pasal
1 ayat 2 adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Soerianegara dan Indrawan (1982) mengemukakan Hutan
adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon
dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan.
Sedangkan Arief (1994) menulis bahwa Hutan
adalah masyarakat, tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di
permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan
ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis. Walaupun berbagai pendapat
dikemukakan namun semuanya itu mengadung pengertian yang sama.
Menurut Spurr (1973), hutan dianggap sebagai persekutuan antara tumbuhan
dan binatang dalam suatu asosiasi biotis. Asosiasi ini bersama-sama dengan
lingkungannya membentuk suatu sistem ekologis dimana organisme dan lingkungan
saling berpengaruh di dalam suatu siklus energi yang kompleks.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan
karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi
hutan ditambah juga penggundulan dan alih
fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.
Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu
kawasan hutan yang meliputi penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan,
pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Pengusahaan menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan
azas perusahaan.
Menurut Marsono (2004) secara garis besar ekosistem sumberdaya hutan
terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1.
Tipe Zonal yang
dipengaruhi terutama oleh iklim atau disebut klimaks iklim, seperti hutan
tropika basah, hutan tropika musim dan savana.
2.
Tipe Azonal yang
dipengaruhi terutama oleh habitat atau disebut klimaks habitat,
seperti hutan mangrove, hutan pantai dan hutan gambut.
2.2. Manfaat
Hutan
Manfaat hutan
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak
langsung.
Ø Manfaat
langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan, dinikmati secara langsung oleh
masyarakat antara lain berupa kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta
berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan, buah-buahan, madu, dan lain-lain.
Ø Manfaat
tidak langsung yaitu manfaat yang secara tidak langsung dinikmati oleh
masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri
seperti: mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat
terhadap kesehatan, pariwisata, estetika dan memberikan manfaat dalam bidang
pertahanan dan ketahanan (Salim, 2003).
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan memiliki tiga
fungsi antara lain fungsi lindung, produksi, dan konservasi. Sebagai sumberdaya
alam yang memiliki fungsi lindung, hutan memberikan perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Sebagai
sumberdaya alam yang memiliki fungsi produksi, hutan mempunyai hasil-hasil
hutan baik berupa kayu, bukan kayu, maupun produk turunannya, serta jasa
lingkungan, yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lain untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Adapun fungsi konservasi dari hutan menjadikan hutan
sebagai tempat untuk mengawetkan keanekaragaman tumbuhan, satwa, serta
ekosistemnya.
2.3.
Tipe Hutan
Tipe hutan ialah istilah yang digunakan bagi kelompok tegakan yang
mempunyai ciri-ciri yang sama dalam susunan jenis dan perkembangannya.
Ini disebabkan oleh faktor-faktor ekologi tertentu, merupakan kelompok alami
atau asosiasi berbagai jenis pohon yang tumbuh bersama pada suatu daerah yang
luas. Tipe hutan diberi nama menurut satu atau lebih jenis pohon yang dominan.
Misalnya pembagian menurut Van Steenis (1950), seperti berikut ini :
1.
Hutan hujan tropika selalu hijau dataran rendah, hutan
hujan tropika pegunungan rendah, hutan hujan tropika pegunungan tinggi dan hutan
tropika sub alpin.
2.
Hutan kerangas
3.
Hutan pada batu kapur dan hutan pada batuan ultrabasa
4.
Vegetasi pantai.
5.
Hutan bakau.
6.
Hutan payau.
7.
Hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar dan hutan rawa
air musiman.
8.
Hutan hujan tropika semi selalu hijau.
9.
Hutan gugur daun tropika lembab.
10.
Formasi lain yang beriklim musiman semakin kering
Menurut Soerianegara dan Indrawan terdapat keragaman yang besar dalam
vegetasi hutan di Indonesia, baik dari segi keadaan lingkungan dan tempat
tumbuhnya, maupun dari susunan floristiknya, sehingga pada waktu ini masih
belum mungkin untuk menyusun klasifikasi vegetasi Indonesia yang lengkap.
2.4. Fungsi Hutan
Indonesia adalah sebagai salah satu negara dengan luas hutan terbesar di
dunia sangat perlu melakukan konservasi dan pengelolaan hutan untuk kelestarian
dan keseimbangan ekosistem alam di bumi. Berbagai jenis hutan yang ada di indonesia
memiliki fungsi sebagai berikut:
1.
Mencegah erosi dan tanah longsor. Akar-akar pohon
berfungsi sebagai pengikat butiran-butiran tanah. Dengan ada hutan, air hujan
tidak langsung jatuh ke permukaan tanah tetapi jatuh ke permukaan daun atau
terserap masuk ke dalam tanah.
2.
Menyipan, mengatur, dan menjaga persediaan dan
keseimbangan air di musim hujan dan musim kemarau.
3.
Menyuburkan tanah, karena daun-daun yang gugur akan
terurai menjadi tanah humus.
4.
Sebagai sumber ekonomi. Hutan dapat dimanfaatkan
hasilnya sebagai bahan mentah atau bahan baku untuk industri atau bahan
bangunan. Sebagai contoh, rotan, karet, getah perca yang dimanfaatkan untuk
industri kerajinan dan bahan bangunan.
5.
Sebagai sumber plasma dutfah keanekaragaman ekosistem
di hutan memungkinkan untuk berkembangnya keanekaragaman hayati genetika.
6.
Mengurangi polusi untuk pencemaran udara. Tumbuhan
mampu menterap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh
makhluk hidup.
2.5.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kerusakn Hutan
1.
Kebakaran
Hutan
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan,
apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor
manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
a.
Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) ntuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
b.
Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara
kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan
konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
2.
Perladangan
berpindah.
Merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan
dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat,
murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya
sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun
(Dove, 1988).
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan
perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup
areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan
pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan
cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada
areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan,
tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari
suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan,
dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas
lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan
melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan
dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki
secara turun temurun
3.
Penebangan
hutan secara sembarangan.
Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah
lagi akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakin marak terjadi.
4.
Kepentingan
Ekonomi.
Dalam mengelola hutan kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih dominan
daripada memikirkan kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang
berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses
ini berjalan linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas.
5.
Penegakan
Hukum yang Lemah.
Menteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa
lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan
Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di
lapangan saja.
6.
Hutan tanaman industri.
Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi
subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp
yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan
terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam,
telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri.
7.
Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit,
merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah
disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan
ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha,
sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya
mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan
sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang
mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup
berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun
perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya
untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka
ditelantarkan.
8.
llegal logging
Illegal logging adalah merupakan praktik langsung pada penebangan pohon di
kawasan hutan negara secara illegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi
HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan
kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan
kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi
dari pembalaka ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar dan yang
terorganisasi sekarang merajalela di Indonesia; setiap tahun antara 50-70
persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara ilegal.
9.
Konvensi Lahan.
Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab
deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada
perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani
skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada
tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab
atas sekitar 20 persen hilangnya hutan.
10. Program
Transmigrasi
Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an
sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat
ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan
membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut.
Belakangan ini, transmigrasi "spontan" meningkat, karena penduduk
pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau
untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis.
11. Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang
memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan
hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya.
Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan
dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk
kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada
masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber
penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati.
2.6. Dampak Kerusakan Hutan
1.
Efek Rumah
Kaca (Green house effect).
Menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi
pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin
meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal
ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota
dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang kering
karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.
2.
Kerusakan
Lapisan Ozon.
Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi
menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di
tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat
menimbulkan rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang
pada lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar.
3.
Kepunahan
Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman
hayati di dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak
lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan.
4.
Merugikan
Keuangan Negara.
Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan
lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar.
Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi
dari pencurian kayu (illegal loging).
5.
Banjir
Dalam
peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini, disebutkan
bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi
sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area).
2.7. Undang-Undang Mengenai Kehutanan
Definisi Tindak pidana bidang kehutanan adalah: "Suatu peristiwa yang telah/sedang/akan
terjadi berupa perbuatan melanggar larangan atau kewajiban dengan ancaman
sanksi pidana dalam Undang -
Undang Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atau Undang Undang Nomor 18
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) bagi
barangsiapa yang secara melawan hukum melanggarnya".
Selain ketentuan tersebut diatas,
khusus untuk penjabat yaitu orang yang diperintahkan atau orang yang karena
jabatannya memiliki kewenangan dengan suatu tugas dan tanggng jawab tertentu,
dalam pasal 105 disebutkan bahwa setiap pejabat yang :
1.
Menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan
kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan kewenangannya.
2.
Menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan
kayu dan/atau izin penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Melindungi pelaku pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.
4.
Ikut serta atau membantu kegiatan
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
5.
Ikut serta atau membantu kegiatan
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
6.
Melakukan permufakatan untuk
terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
7.
Menerbitkan surat keterangan sahnya hasil
hutan tanpa hak dan atau dengan sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan
tugas sehingga terjadi tindak pidana pembalakan liar dan/atau penggunaan
kawasan hutan secara tidak sah.
Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
METODE
PENELITIAN
3.1.
Jenis
Penelitian
Sesuai dengan
topik makalah yang dikemukakan, maka jenis penelitian ini adalah deskriptif.
Menurut Alex (2006:117) “Deskriptif kualitatif yaitu mengkaji pengaruh dari
suatu peristiwa, dimana dalam hal ini Pengaruh Kerusakan Hutan Terhadap
Lingkungan Dan Pemukiman ”.
3.2.
Jenis
dan Sumber Data
Jenis data dan
sumber data dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh langsung dari
masyarakat sekitar Batu Busuak, dan kantor dinas PERNAKHUTBUN.
3.3.
Teknik Analisis Data
Data yang kami peroleh dari internet
dan masyarakat yang telah kami cari dan tanyai tersebut kami kumpulkan,
kemudian kami analisis secara pasti dengan cara membedakan nya, mana data yang
isinya lebih baik dan akurat dengan data yang kurang memuaskan.
3.4.
Instrumentasi
Penelitian
1.
Observasi
Observasi
merupakan pengamatan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Pedoman observasi berisi sebuah
daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati.
2.
Wawancara
Wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan (Anas Sudijono, 2009:82).
3.5.
Pelaksanaan
Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan
dalam tiga tahap:
1.
Tahap Persiapan
a.
Menetapkan tempat dan jadwal penelitian.
b.
Mempersiapkan surat izin penelitian.
c.
Membuat daftar kegiatan.
2.
Tahap pelaksanaan
Memberikan daftar kegiatan kepada bapak RW batu
busuak dan kantor dianas PERNAKHUTBUN dan dijelaskan bahwa daftar ini adalah
untuk keperluan penelitian dan tidak akan memberikan dampak terhadap daerah
batu busuak tersebut. Maka diharapkan
data yang jujur dan sesuai dengan yang terjadi di lapangan.
3.
Tahap Akhir
a.
Mengolah data dari daftar kegiatan yang
telah dilakukan.
b.
Menarik kesimpulan dari hasil yang
didapat.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Dan Luas Hutan Batu Busuak
Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilakukan pada tanggal 27 februari 2014 di Batu Busuk di
kelurahan Lambuang Bukik kecamatan Pauh kota padang. Melalui wawancara dengan
bapak Merial Tanjung selaku ketua RW 03 Batu Busuk mengenai situasi dan kondisi
hutan, beliau mengatakan bahwa pada hutan daerah batu busuak mengalami
kerusakan yang cukup parah,dari luas hutan 3.880/Ha terdapat kerusakan seluas 1266/Ha.
Hal ini sesuai dengan data yang di peroleh dari dinas PERNAKHUTBUN pada tahun
2013 yang terdapat pada tabel dibawah ini.
Data Luas dan Tingkat Kerusakan Hutan di Kelurahan Lambung Bukit Kecamatan
Pauh Kondisi Per Desember 2013
|
||||||
No
|
Kelurahan/
Tingkat Kerusakan
|
Luas Hutan ( Ha )
|
Areal
|
|||
Hutan Negara
|
Hutan Rakyat
|
Pengunaan
|
Total
|
|||
Hutan Suaka Alam
|
Hutan Lindung
|
Lain
|
Ha
|
|||
Lambung Bukit
|
1.520
|
1.650
|
467
|
243
|
3.880
|
|
1
|
Sangat Kritis
|
-
|
150
|
56
|
||
2
|
Kritis
|
200
|
356
|
155
|
-
|
|
3
|
Cukup Kritis
|
-
|
200
|
115
|
||
4
|
Non Produktif
|
-
|
-
|
34
|
Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa hutan batu busuak dapat diklasifikasikan menurut jenis berdasrkan
fungsinya yaitu hutan suaka alam, hutan lindung, dan hutan rakyat. Terdapat
empat tingkat kerusakan hutan yaitu sangat kritis, kritis, cukup kritis, dan
non produktif.
4.2. Faktor Kerusakan Hutan Batu Busuak
a.
Faktor Alam
1.
Kemiringan tanah.
Kemiringan tanah di hutan batu busuak cukup terjal dan curam ( hampir 90° ) yang dapat menyebabkan permukaan tanah mudah longsor apabila hujan
turun.
2.
Gempa
Gempa tanggal 30 september 2009 yang mengakibatkan keretakan struktur tanah
pada hutan batu busuak, sehingga air hujan masuk kedalam retakan dan
mengakibatkan longsor karena hutan tersebut terbentuk dari karang dengan
lapisan tanah pada permukaannya dan akar pohon tidak melekat pada karang
sehingga tidak mampu menahan air hujan (Merial Tanjung).
b.
Faktor Manusia
1.
Ilegal logging
Hal ini terbukti dari ditemukannya kayu-kayu tanpa akar hanyut terbawa
banjir bandang pada tanggal 24 juli 2012. Hal senada
juga disampaikan oleh Ahkmad Syafwan (29) yang merupakan warga kampung batu
busuak. Ia mengaku sering mendengar suara mesin penebang kayu di bukit-bukit
Batu Busuk. Bahkan pemandangan mobil yang membawa kayu dari arah Bendungan PDAM
tidak asing lagi oleh masyarakat sekitar.
2.
Pembukaan lahan baru.
Beberapa
warga batu busuak membuka lahan baru untuk pertanian dan perkebunan dengan
menebangi pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai penahan air.
4.3. Dampak Kerusakan Hutan Di Batu Busuak
a.
Banjir
Bandang (Galodo)
Rusaknya
hutan dibagian hulu mengakibatkan bencana banjir bandang pada tanggal 24 juli
2012. Banjir bandang ini meneyebabkan sebanyak ±25 KK menjadi korban dan kehilangna tempat tinggal
mereka.
b.
Longsor
Penebangan
hutan yang mengakibatkan hutan gundul sehingga tidak mampu meresap air hujan
maka terjadi longsor.
c.
Cadangan air
tanah berkurang
Ditebangnya
pohon-pohon besar mengakibatkan pasokan air akan berkurang dimusim kemarau
karena daerah resapan air yang semakin sedikit.
d.
Rusaknya
ekosistem flora dan fauna.
Penebangan
pohon menyebabkan hewan tidak memiliki tempat tinggal dan berkurangnya jenis
tanaman.
Hutan sebagai paru-paru dunia penghasil oksigen bagi
semua mahluk di bumi tidak bisa menjalankan fungsinya mendaur ulang
karbondioksida. Karbondioksida di udara semakin tinggi menyebabkan efek gas
rumah kaca dan kerusakan lapisan ozon.
4.4. Solusi Mengatasi Kerusakan Hutan Di Batu Busuak
1.
Penanaman
seribu pohon.
Pemerintah
dapat melakukan kegiatan menanam seribu pohon dengan mengajak masyarakat
sekitar dan masyarakat luar, pohon yang dapat ditanam diantaranya pohon mangga,
pohon durian, pohon jati, pohon rambutan, pohon jambu, pohon pinus, pohon
mahoni, dan lain sebagainya.
2.
Membangun
Cekdam
Selain
menanam seribu pohon, solusi yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan
membangun cekdam. Cekdam ini berfungsi agar dapat menahan laju air yang datang
dari atas dan mencegah terjadinya abrasi.
3. Relokasi warga kedaratan tinggi
Warga yang berada didaerah rawan
bencana dapat direlokasi kedaerah yang lebih baik, tujuannya agar penduduk
daerah tersebut terhindar dari bencana dan lebih aman.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hutan
menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 adalah suatu kesatuan
ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilakukan pada tanggal 27 februari 2014 di Batu Busuk di
kelurahan Lambuang Bukik kecamatan Pauh kota padang. Melalui wawancara dengan
bapak Merial Tanjung selaku ketua RW 03 Batu Busuk mengenai situasi dan kondisi
hutan, beliau mengatakan bahwa pada hutan daerah batu busuak mengalami
kerusakan yang cukup parah,dari luas hutan 3.880/Ha terdapat kerusakan seluas
1266/Ha.
Dari hasil observasi
tersebut,ditemukan bebarapa faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan di Batu
Busuak yaitu pertama Faktor Alam Yang terdiri
dari Kemiringan tanah.dan gempa. Yang kedua disebabkan oleh Faktor Manusia yaitu Ilegal
logging dan Pembukaan lahan baru oeh masyarakat.
5.2. Saran
Diharapkan kepada kita bersama
terutama masyarakat setempat secara bersama untuk menjaga kelestarian hutan
dengan tidak menebang pohon sembarangan berdasarkan dalam Undang -
Undang Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atau Undang Undang Nomor 18
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H)
serta diharapkan juga kepada masyarakat sekitar merawat pohon yang sudah
ditanam.
DAFAR
PUSTAKA
Fauzi,
Ahmad. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2013/12/tindak-pidana-bidang-kehutanan-dalam.html#sthash.pWbsGV7i.dpuf
http://azwarhamid.blogspot.com/2012/10/kerusakan-hutan.html
http://www.silvikultur.com/klasifikasi_hutan.html
http://www.antaranews.com/berita/332698/enam-rumah-rusak-di-batu-busuak-akibat-tanah-longsor
http://sangsurya-wahana.blogspot.com/2011/07/penyebab-akibat-dan-cara-penangulangan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar